Kendala Dalam Menegakkan UU ITE

 
Dalam menegakkan UU ITE ini ternyata ditemukan banyak kendala yang harus dihadapi oleh penegak hukum diantaranya:

Terbatasnya Personil Tenaga Ahli

Terbatasnya jumlah personil tenaga ahli antara Negara Indonesia dan China sangatlah berbeda jauh dalam jumlah personilnya. Lebih ironis lagi laporan tingkat kejahatan siber di Indoensia semakin meningkat, dengan keterbatasan personil dan tenaga ahli di pihak kepolisisan Indonesia maka penyelesaian kasus tersebut tidak bisa diselesaikan dengan cepat. Akibatnya dirasakan langsung oleh pihak korban atau kejahatan siber.
Kualitas fasilitas teknologi informasi di Indonesia memang sudah cukup baik, namun tidak sebanding dengan jaminan keamanan oleh para pengguna. Keterbatasan tenaga ahli pada pihak kepolisian memang merupakan faktor yang sangat besar, dengan jumlah anggota ahli yang terbatas ini pengungkapan dan penyidikan kasus kejahatan dunia maya tidak bisa diselesaikan dengan waktu yang cepat, sehingga akan membuat para pelaku lebih leluasa dalam beraksi. 

Terlebih lagi diketahui bahwa jumlah anggota cyber police Indonesia hanya berjumlah 18 orang, jumlah tersebut tidak sebanding dengan banyaknya kasus yang masuk dalam laporan kepolisisan tentang kejahatan dunia maya, yang paling marak ialah kejahatan perbankan. Jika kita melihat Negara china cyber police Negara itu memiliki jumlah anggota personil sebanyak 18.000 orang. Ini bukti bahwa pemerintah china sudah menganggap serius betapa besarnya ancaman dari dunia maya di Negara itu

Terbatasnya Anggaran Operasional

Mengutip pernyataan dari Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Tipideksus) Barskrim Brigjen Pol A Kamil Razak, masalah yang cukup krusial selain perangkat hukum, yaitu SDM yang belum mencukupi, anggaran serta sarana dan prasarana untuk menunjang pengungkapan kasus-kasus cyber crime. Sekarang ini anggaran yang ada hanya cukup untuk satu perkara per satu bulan. Padahal kenyataanya satu bulan bisa sampai 15 kasus. 

Jumlah anggaran yang kurang menjadi penyebab faktor yang sangat besar dalam pengungkapan kasus kejahaatan siber, dengan keterbatasan anggaran maka akan berdampak langsung pada peralatan yang digunakan oleh pihak kepolisian untuk melacak pelaku kejahatan siber. Seperti yang dikutip dari situs berita kriminalitas.com, Sebagai contoh perbandingan penulis membandingkan rancangan anggaran cyber di Amerika Serikat yang mencapai USD 19.miliar dollar pada tahun 2017, keadaan ini mengahruskan pemerintah Amerika Serikat karena menambah anggaran yang cukup besar tersebut disebabkan oleh ancaman dunia maya (cyber) di Amerika Serikat juga angat meningkat tajam.

Pemerintah Amerika meningkatan anggaran untuk keamanan cyber di amerka tidak lepas dari berbagai ancaman-ancaman yang cukup besar terutama yang datang dari luar negara Amerika, selain ancaman pencurian data intelejen, pencurian data diri warga sipil Amerika dan perbankan, ancaman yang paling serius ialah cyber terrorism.

Lemahnya Pengawasan Pemerintah

Lemahnya pengawasan penggunaan internet berpotensi besar akan menciptakan peluang terjadinya kejahatan cyber crime (dunia maya). Karena kejahatan dengan menggunakan teknologi terjadi jika ada akses internet yang cukup memadai. Fasilitas internet di Indonesia bisa dikatakan sudah memadai baik dari segi kecepatan akses dan kemduahan pemasangan jaringan akses internet. Dalam hal pengawasan pemerintah telah mengontrol pengawasan trafik konten negatif internet yang dapat diakses di indonesia. Seperti pemblokiran situs-situs porno, SARA, kekerasan dan situs-situs website yang dianggap menyalahi norma kesusilaan.

Dari segi prosedur pemasangan jaringan koneksi internet di indonesia dari yang dipaparkan oleh narasumber hampir 95% persen dikandalikan oleh pihak swasta, peran dari pemerintah hanya 5% saja, jika ISP (Internet Service Provider) seluruhnya pihak swasta yang menegendalikan maka berakibat pada akan terjadi lemahnya pengawasan oleh pihak pemerintah, biaya yang cukup murah serta akses kecepatan internet yang cukup memadai maka akan sangat rawan dalam penyalahgunaan penggunaan jaringan internet. Seperti halnya provider XL dan Indosat yang hampar semua sahamnya dimiliki oleh pihak asing merupakan lahan bisnis yang sangat besar bagi pihak swasta untuk meraup keuntungan dari penyediaan jasa internet di indonesia, tingginya pengguna internet di indonesia juga salah satu faktor pihak sawasta melakukan ekspansi ke indonesia.

Tahun 2008 misalnya yang terdapat pada pasal 13, pasal 14, pasal 15 dan pasal 16. Pasal tersebut lebih fokus untuk menitikberatkan penyelenggaraan sistem elektronik harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pengguna jasa elektronik. Sedangkan pasal 23, pasal 24, pasal 25 dan pasal 26 yang mengatur tentang Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual Dan Perlindungan Hak Pribadi, Tidak ada satupun pada pasal-pasal tersebut yang menyebutkan pengawasan penggunaan internet . Pasal 23 hingga pasal 26 lebih cenderung fokus pada hak kekayaan intelektual atau semacam hak paten. Dengan adanya campur tangan pemerintah dalam mengawasi perizinan pemasangan akses jaringan internet diharapkan tingkat kejahatan dunia maya dapat diminimalisir

Sumber: repository.umy.ac.id

Komentar

Postingan Populer